mediacitraindonesia.com | Yogyakarta| Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional 2025, Kelompok Kerja Nasional Sistem Kesehatan Akademik berkomitmen perkuat sistem kesehatan nasional dan daerah melalui Sistem Kesehatan Akademik (SKA).
SKA ini merupakan wujud akuntabilitas sosial institusi pendidikan tinggi kedokteran. Model ini adalah kolaborasi strategis antara perguruan tinggi kedokteran, rumah sakit pendidikan dan Pemerintah Daerah ini sejalan dengan inisiatif #KampusBerdampak oleh Kemendiktisaintek.
Direktur SDM, Ditjen Dikti, Kemendiktisaintek RI dan Guru Besae Fakultas Teknik UGM, Sri Suning Kusumawardani mengatakan, perguruan tinggi memiliki kontribusi nyata dalam menyelesaikan permasalahan prioritas masyarakat, termasuk di bidang kesehatan.
“Melalui SKA berbagai inisiatif dalam pendidikan, penelitian, pelayanan dan pengabdian masyarakat telah diimplementasikan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan pemenuhan tenaga kesehatan di berbagai wilayah di Indonesia,” katanya di FKKMK UGM, Jumat (2/5/2025).
Menurut Sri Suning, salah satu peran SKA terkini adalah meningkatkan jumlah lulsan dokter spesialis dan meningkatkan jumlah serta jenis prodi spesialis di PT Negeri dan PT Swasta.
“Inisiatif #KampusBerdampak yang dicanangkan oleh Kemendiktisaintek menekankan pentingnya perguruan tinggi secara aktif dan berkontribusi nyata mengatasi masalah di masyarakat,” ujarnya.
Tuntutan ini, jelas Sri Suning, juga berlaku bagi bidang kedokteran. Sebab keterbatasan sumber daya dan kompleksitas tantangan kesehatan memerlukan kolaborasi yang kuat antara akademisi, praktisi kesehatan, dan regulator.
“Ini untuk membangun solusi terintegrasi yang tidak hanya berdampak namun juga berkelanjutan,” ungkapnya.
Baca juga:
https://mediacitraindonesia.com/puluhan-negara-semarakkan-iccf-2025-umy/
Wakil Dekan Bidang Kerjasama, Alumni dan Pengabdian Kepada Masyarakat FKKMK UGM, Sudadi menambahkan, sejak satu dekade yang lalu, berbagai upaya telah dilakukan oleh Fakultas Kedokteran untuk mewujudkan #KampusBerdampak melalui Tridarma Perguruan Tinggi. Namun, situasi Kesehatan Indonesia saat ini semakin menuntut pendekatan yang terintegrasi, kolaboratif dan inovatif di berbagai bidang.
“Menjawab tantangan tersebut, model SKA di Indonesia dikembangkan sebagai kerangka kerja kolaborasi yang tersistem sejak 10 tahun yang lalu,” jelasnya.
Sudadi menyebut, SKA memiliki tiga fokus utama yang saling terkait. Pertama, penguatan layanan kesehatan masyarakat. Kedua, pemenuhan tenaga medis dan tenaga kesehatan. Sedangkan yang ketiga, kolaborasi yang membangun dengan Pemerintah Daerah.
“Melalui SKA, sinergi antara Perguruan Tinggi, Rumah Sakit Pendidikan, dan Pemerintah Daerah diharapkan dapat terjalin secara terstruktur untuk mencapai tujuan bersama dalam mengatasi prioritas masalah kesehatan di tingkat daerah dan nasional,” tandasnya.
Berbasis masalah di wilayah maka implementasi SKA akan bervariasi, sesuai dengan konteks, tantangan kesehatan spesifik di wilayah dan potensi kolaborasi yang ada. Seiring dengan waktu, konsep SKA diakui sebagai metode mengatasi berbagai masalah di daerah sehingga mendapatkan pengakuan dan legitimasi dalam kebijakan kesehatan nasional.
Situasi ini terjadi dengan diterbitkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menkes-Mendikbudristek Tahun 2022. Konsep kewilayahan yang diamanatkan dalam UU No 17 tahun 2023 tentang Kesehatan serta pelaksanaannya yang tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024.
“Regulasi ini secara eksplisit memberikan mandat kepada Sistem Kesehatan Akademik untuk berperan lebih aktif dalam penguatan layanan kesehatan masyarakat dan pemenuhan kebutuhan tenaga medis dan tenaga kesehatan. Mandat ini juga mengamanatkan untuk mengoptimalkan potensi SKA dalam mentransformasi sistem kesehatan di Indonesia,” imbuh Sudadi.
Implementasi Sistem Kesehatan Akademik telah menunjukkan berbagai luaran dan dampak positif dalam meningkatkan layanan kesehatan masyarakat di berbagai daerah. Misalnya, penerapan SKA di Provinsi Jawa Barat yang dikoordinasi oleh FK UNPAD telah mampu mengintegrasikan program pendidikan sistem pelayanan kesehatan primer, yang berujung pada tersedianya tenaga kesehatan dan standar pelayanan yang berkualitas sehingga meningkatkan kualitas layanan primer bagi masyarakat.
Sementara penerapan SKA di DKI Jakarta, telah mampu mengintegrasikan arah penelitian FK UI dan Rumpun Ilmu Kesehatan Ul untuk membantu penanganan permasalahan kesehatan yang dihadapi oleh Pemerintah DK Jakarta. Di Yogyakarta.
SKA juga menjadi sarana kolaborasi Pemerintah Daerah, Rumah Sakit Pendidikan, dan FKKMK UGM dalam memperkuat tata kelola pariwisata kesehatan sebagai untuk mewujudkan DI Yogyakarta sebagai destinasi wisata yang menyehatkan. Di samping itu. Sistem Kesehatan Akademik juga memberikan kontribusi signifikan dalam pemenuhan tenaga medis dan tenaga kesehatan.
Tercatat dalam periode 2022-2024, SKA telah memfasilitasi peningkatan penerimaan kuota pendidikan dokter umum sebesar 18,7 persen dan dokter spesialis sebesar 34 persen. Saat ini, SKA memfasilitasi pendirian lebih dari 100 Program Studi Dokter Spesialis baru dengan tetap mempertahankan dan tanpa mengkompromikan kualitas lulusan.
“Pendekatan penerimaan mahasiswa berbasis Sistem Kesehatan Akademik juga mampu memghadirkan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan wilayah, memungkinkan peserta didik tingkat akhir dan lulusan baru untuk secara langsung berkontribusi pada pelayanan kesehatan di daerah yang membutuhkan,” imbuh Sudadi.
“Hasil ini tidak lepas dari berbagai inovasi yang dilakukan, seperti adanya sistem penerimaan afirmasi dan dashboard monitoring distribusi lulusan yang dibangun oleh FK UNHAS untuk Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Papua Bagian Barat. Berbagai praktik baik, iuaran dan dampak yang telah dicapai melalui implementasi Sistem Kesehatan Akademik memiliki potensi besar untuk direplikasi dan dikembangkan di seluruh Indonesia,” kata Sudadi.
Lebih dari 100 Fakultas Kedokteran yang telah berkomitmen untuk mengembangkan SKA di wilayah masing-masing. Bahkan peluang untuk pemerataan manfaat sangat terbuka. Inisiatif #KampusBerdampak dari Kemendiktisaintek dengan berbagai dukungan yang diberikan, diharapkan dapat menjadi katalisator untuk implementasi SKA yang lebih luas.
“Hal ini akan mewujudkan akuntabilitas sosial Fakultas Kedokteran secara nyata dalam pembangunan Sistem Kesehatan Nasional dan Daerah di Indonesia,” pungkas Sudadi. (*k)