mediacitraindonesia.com – Gerakan vandalisme dengan tagar “Adili Jokowi” terus terjadi di beberapa kota besar pekan ini. Gerakan ini menjadi sangat masif, karena direspon publik melalui media sosial dan media mainstream.
Saya melihatnya, gerakan vandalisme “Adili Jokowi” merupakan ekspresi ketidakpuasan terhadap sikap politik Jokowi yang nyaris tak goyah meski dihantam dengan berbagai isue besar. Sebut saja semacam isu Dinasti Politik, Isu OCCRP, isu cawe-cawe Pilpres dan isu-isu politik lain.
Tentu saja ini bukan yang pertama kali karena sebelumnya Jokowi pernah diserang dengan isu anak PKI maupun isu Jabatan 3 Periode . Namun yang menarik, semua itu ditanggapi secara tenang dan dengan senyuman khas. Bahkan, terhadap isu Vandalisme ini Jokowi hanya menyebutnya sebagai sebuah sikap ekspresi yang musti dihargai.
Jokowi selalu menghadapi serangan-serangan politik dari lawan politiknya secara dingin, tenang tetapi mematikan. Dia bersikap seperti Pendekar tanpa bayangan yang menghadapi musuh secara membabi buta, sehingga setiap pukulan hanya menyentuh angin.
Mengutip pandangan Direktur Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno, Vandalisme Adili Jokowi ini justru menjadikan publik semain simpatik terhadap Jokowi, sehingga semakin dihujat maka respon positif publik terhadapnya semakin meningkat.
Jokowi menempatkan aksi Vandalisme ini sebagai sebuah propaganda, sehingga dihadapi dengan kontra narasi yang sangat halus. Hal tersebut ditunjukkan Jokowi guna menciptakan kesan bahwa dirinya merupakan sosok yang masih dicintai rakyatnya. Dan sayangnya, kontra narasi ini tak mampu dilawan balik oleh kaum oposisi.
Baca Juga : Korem 072/Pamungkas Gelar Latihan Ketahanan Mars, Uji Kesiapan Fisik Prajurit
Sampai saat ini gaya khas politik Jokowi itu masih sangat manjur dipraktekkan untuk menghadapi kaum oposisi. Jadi , meski serangan vandalisme Adili Jokowi ini mencoba bergerak di ruang publik, namun faktanya hanya mampu membangun keramaian di dunia maya saja.
Semakin maraknya gerakan Vandalisme Adili Jokowu ini, sulit dibantah bahwa aksi ini tidak terkait dengan residu Pilpres 2024 yang menampatkan pasangan Prabowo-Gibran sebagai pemenangnya. Sebab, kaum oposisi berpendapat bahwa keikut sertaan Gibran berkat Mahkamah Konstitusi yang memberikan jalan hukum sehingga putra sulung Jokowi bisa ikut berlaga dalam Pilpres 2024 , sehingga Prabowo-Gibran bisa memenangkan kompetisi.
Merujuk pada Teori Social Identity, yang dikemukakan oleh Henri Tajfel, gerakan Vandalisme ” Adili Jokowi ” inid diduga dilakukan oleh kelompok anti Jokowi yang melihat bahwa eksistensi Jokowi dimata publik akan menjadi ancaman . Untuk itu, meski tak lagi menjabat sebagai Presiden Jokowi terus menerus “ dikuya-kuya “ , agar kepercayaan publik terhadap Presiden ke-7 ini menjadi menurun.
Targetnya untuk mendegradasi kepercayaan publik terhadap rezim Prabowo Gibran, sehingga pada Pilpres 2029 nanti, Gibran tak lagi berkompetisi. Oleh karena itu, gerakan semacam ini sampai 5 tahun kedepan akan semakin masif, terlebih lagi jika survei kepuasan publik terhadap rezim Prabowo Gibran terus meningkat. . (*/Sulist Ds )