Kejati DIY dan UNY Bahas Sanksi Pidana Kerja Sosial dalam KUHP Baru, Dorong Penegakan Hukum Lebih Humanis

FGD Kejaksaan Tinggi DIY dan Universitas Negeri Yogyakarta Soroti Implementasi Sanksi Pidana Kerja Sosial dalam UU No. 1 Tahun 2023 Tentang KUHP sebagai Alternatif Pemidanaan yang Berkeadilan

MCI – Yogyakarta, DIY | Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kejati DIY) bekerja sama dengan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Penerapan Ideal Sanksi Pidana Kerja Sosial Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang KUHP”. Selasa (03/06/2025).

Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman dan strategi implementasi terhadap sanksi pidana kerja sosial yang diatur dalam KUHP nasional terbaru, yang akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026.

Acara yang berlangsung di Ruang Sidang Utama Rektorat UNY ini dihadiri oleh para pakar hukum pidana, aparat penegak hukum, serta akademisi dari berbagai institusi. Rektor UNY, Prof. Sumaryanto, dalam sambutannya menyampaikan bahwa FGD ini menjadi momen penting dalam mempererat sinergi antara dunia akademik dan institusi hukum.

“Fakultas Hukum UNY lahir karena tingginya minat mahasiswa pada bidang hukum. Kami hanya bisa menerima 100 dari 3.500 pendaftar. Oleh karena itu, dukungan Kejaksaan Tinggi DIY sangat kami harapkan demi membangun kredibilitas fakultas ini,” ujar Prof. Sumaryanto.

FGD ini menghadirkan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, sebagai keynote speaker. Dalam pemaparannya, ia menekankan bahwa sanksi pidana kerja sosial merupakan alternatif pidana penjara jangka pendek yang lebih manusiawi dan berorientasi pada kemanfaatan sosial.

“Sanksi ini hanya bisa dijatuhkan jika terdakwa menyetujui, mengacu pada Treaty of Rome 1950 dan New York Convention 1966. Pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan atau profesi pelaku, dan tetap berada dalam pengawasan Jaksa serta Pembimbing Kemasyarakatan,” jelas Asep Nana Mulyana.

Baca juga :  https://mediacitraindonesia.com/polres-gunungkidul-sita-37-botol-miras-ilegal-kolaborasi-tni-dan-satpol-pp-cegah-gangguan-kamtibmas/

Tiga narasumber ahli turut memberikan perspektif mendalam dalam diskusi, yakni:

  • Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, Ketua Komisi Kejaksaan RI,
  • Dr. Bambang Krisnawan, S.H., M.H., Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi DIY, dan
  • Farrah Syamala Rosyda, S.H., M.H., dosen Hukum Pidana dari UIN Sunan Kalijaga.

Diskusi berlangsung interaktif, dengan partisipasi aktif dari mahasiswa, dosen, serta praktisi hukum. Seluruh peserta menyepakati pentingnya membangun pemahaman yang selaras antar pemangku kepentingan guna menciptakan sistem pemidanaan yang adil, kontekstual, dan bermanfaat bagi masyarakat.

Prof. Mukhamad Murdiono, Dekan Fakultas Hukum UNY, menyambut baik FGD ini sebagai awal kolaborasi strategis dengan lembaga hukum. Ia menilai tema sanksi pidana kerja sosial merupakan peluang riset yang relevan dengan dinamika hukum nasional.

“Kami ingin melanjutkan ini dengan MoU, penelitian bersama, pengembangan kurikulum berbasis praktik, hingga program magang mahasiswa. FGD ini juga dapat langsung dimasukkan ke dalam materi kuliah seperti Hukum Pidana dan Sistem Peradilan Pidana,” ungkapnya.

Sementara itu, Herwatan, S.H., Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DIY, menjelaskan bahwa pidana kerja sosial adalah bentuk reformasi pemidanaan yang lebih humanis dan bertujuan memulihkan dampak sosial kejahatan.

“Penerapan sanksi ini butuh kesamaan persepsi antar penegak hukum agar dapat memberikan keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan yang optimal bagi masyarakat,” tegasnya.

Dengan berlangsungnya FGD ini, diharapkan terbentuk model pemidanaan baru yang lebih responsif terhadap keadilan restoratif dan kebutuhan sosial, sekaligus memperkuat kontribusi nyata perguruan tinggi dalam reformasi hukum nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *