Mahasiswa UNY Ciptakan “Herbascent”, Dupa Ramah Lingkungan dari Batok Kelapa dan Kayu Gemor

Inovasi aroma terapi alami ini tak hanya menenangkan pikiran, tapi juga mengubah limbah jadi peluang ekonomi berkelanjutan.

MCI – Yogyakarta | Tiga mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) berhasil menciptakan inovasi unik di bidang industri kreatif dengan menghadirkan Herbascent, dupa alami berbahan serat batok kelapa dan kayu gemor. Produk ini tidak hanya memancarkan aroma menenangkan, tetapi juga berfungsi sebagai insektisida alami yang ramah lingkungan serta sarana upacara berbasis budaya lokal.

Tim kreatif ini terdiri dari Wahab Kholaf Waliuddin, Muhamad Raihan Taftayazi, dan Aldonna Feronica Kristory — mahasiswa Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNY. Melalui kolaborasi lintas ide dan kepedulian terhadap lingkungan, mereka berhasil mengubah limbah menjadi produk bernilai tinggi.

Herbascent lahir pada tahun 2024 dari keprihatinan terhadap meningkatnya limbah batok kelapa yang belum termanfaatkan secara maksimal serta maraknya dupa sintetis berbahan kimia berbahaya. Dari dua persoalan itu, tim mahasiswa UNY ini berupaya melakukan riset dan pengembangan untuk menghadirkan dupa alami yang aman, estetis, dan berkelanjutan.

Dalam proses pembuatannya, batok kelapa dimanfaatkan sebagai bahan bakar alami, sedangkan kayu gemor berperan sebagai perekat sekaligus insektisida alami. Sementara itu, sumber aroma berasal dari minyak atsiri lokal seperti cendana, gaharu, vetiver, dan lavender yang memberikan efek relaksasi dan ketenangan. Kombinasi bahan-bahan tersebut menjadikan Herbascent tidak hanya wangi alami, tapi juga membawa pesan pelestarian lingkungan dan kearifan lokal.

“Herbascent kami rancang bukan sekadar pengharum ruangan, tapi produk yang menyatukan kenyamanan, kesehatan, dan keberlanjutan. Kami ingin menunjukkan bahwa inovasi hijau bisa lahir dari bahan sederhana di sekitar kita,” ujar Wahab Kholaf Waliuddin, CEO tim Herbascent, Jumat (31/10/2025).

Produk Herbascent hadir dalam beberapa bentuk seperti dupa stik, dupa kerucut, dan reed diffuser tanpa asap, dikemas dengan kertas kraft ramah lingkungan. Desain kemasannya yang sederhana dan elegan mencerminkan filosofi alami sekaligus memperkuat karakter merek lokal yang berdaya saing tinggi.

Tak berhenti di inovasi produk, tim Herbascent juga menjalankan misi sosial dengan memberdayakan masyarakat sekitar, terutama ibu-ibu PKK dan pemuda di wilayah Turi, Sleman. Mereka dilibatkan dalam proses produksi hingga pemasaran digital. Langkah ini membuka lapangan pekerjaan baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal yang berkelanjutan.

Dari sisi pemasaran, Herbascent menargetkan konsumen usia 25–34 tahun — mulai dari profesional muda, traveler, hingga komunitas spiritual Hindu, Buddha, dan Konghucu — yang memiliki kesadaran tinggi terhadap gaya hidup sehat dan ekologis. Penjualan dilakukan melalui platform digital seperti Shopee, TikTok Shop, dan media sosial.

Ke depan, tim Herbascent menargetkan perluasan pasar ke Yogyakarta dan Bali, dua wilayah dengan potensi besar untuk produk spiritual dan aromaterapi alami. Mereka juga tengah menjajaki kemitraan dengan toko oleh-oleh, spa, dan penginapan untuk memperluas jangkauan produk ke wisatawan domestik maupun mancanegara.

Inovasi Herbascent menjadi bukti nyata bahwa mahasiswa UNY tidak hanya kreatif, tetapi juga visioner. Dengan semangat kewirausahaan sosial, mereka menjadikan limbah sebagai peluang, budaya sebagai inspirasi, dan inovasi sebagai kekuatan.
Herbascent hadir bukan sekadar dupa, melainkan simbol perubahan menuju masa depan yang lebih hijau, sehat, dan berdaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *