MCI – Gunungkidul , DIY | Sabtu (30/8/2025) siang menjadi hari yang tak terlupakan bagi ribuan warga Kalurahan Kepek, Kapanewon Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Jalanan yang biasanya ramai kendaraan, kali ini dipenuhi manusia dalam balutan busana adat, tabuhan gamelan, lantunan lagu daerah, dan berbagai kesenian tradisi.
Inilah Kirab Budaya Kalurahan Kepek, pesta rakyat tahunan yang tahun ini terasa semakin istimewa karena bertepatan dengan Hari Jadi Kalurahan Kepek ke-116 sekaligus perayaan rasulan. Lebih dari 4.000 warga ambil bagian, terbagi dalam 11 kontingen, termasuk perwakilan dari Ikatan Keluarga Gunungkidul (IKG) yang pulang khusus dari perantauan di Jabodetabek demi ikut menyemarakkan tradisi leluhur.
Wakil Bupati Melepas, Lurah Naik Kuda
Kirab diberangkatkan secara resmi oleh Wakil Bupati Gunungkidul, Joko Parwoto, dari depan Lapangan Pemda Gunungkidul. Dari titik start itu, rombongan berarak menuju pertigaan Bangjo Kranon, kemudian berbelok ke selatan, hingga finish di Padukuhan Tegalmulyo.
Sorak-sorai warga terdengar sepanjang jalan. Anak-anak dengan riang menari mengikuti irama gamelan, remaja tampil percaya diri dalam balutan busana kreasi, sementara para sesepuh mengenakan pakaian adat Jawa yang penuh wibawa.
Puncak perhatian jatuh pada Lurah Kepek, Bambang Setiawan, yang dengan gagah menunggang kuda di tengah barisan. Ia menyampaikan kebanggaannya atas kekompakan masyarakat yang tak pernah surut dalam menjaga tradisi.
“Kirab ini bukti kalau masyarakat Kepek itu guyub, rukun, dan penuh semangat melestarikan budaya. Apalagi status kita sebagai Kalurahan Mandiri Budaya harus selalu dijaga,” ucap Bambang penuh bangga.
Kesenian Lokal dan Kreasi Baru
Setiap kontingen menampilkan ciri khas masing-masing. Ada yang membawa tari tradisional Jawa, reog mini, barongan, hingga musik gamelan, sementara sebagian lainnya menghadirkan kreasi baru seperti kostum hasil daur ulang dan tarian kolaborasi anak muda.
Baca juga : https://mediacitraindonesia.com/polda-diy-dan-ratusan-ojol-gelar-sholat-ghaib-untuk-affan-kurniawan/
Nuansa ini memperlihatkan bagaimana masyarakat Kepek tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga kreatif mengembangkannya agar tetap relevan dengan zaman.
Rasulan dan Persaudaraan
Bagi warga Kepek, kirab bukan sekadar hiburan. Tradisi ini lekat dengan nilai syukur kepada Sang Pencipta atas panen dan berkah kehidupan. Karena itu, perayaan ini juga menyatu dengan rasulan, sebuah adat Jawa yang menandai rasa syukur masyarakat desa.
Tak hanya warga lokal, partisipasi dari perantau yang tergabung dalam IKG memberi warna tersendiri. Mereka datang dari jauh, meninggalkan rutinitas di kota besar, hanya demi menjaga ikatan batin dengan tanah kelahiran.
“Rasanya merinding melihat ribuan orang ikut berbaris. Saya pulang dari Bekasi khusus untuk acara ini. Rasanya pulang kampung beneran, bukan hanya raga tapi juga jiwa,” ungkap Agus, salah satu anggota IKG.
Budaya Bersih, Budaya Lestari
Di balik gegap gempita, ada satu hal yang mendapat apresiasi khusus: kesadaran menjaga kebersihan. Bambang Setiawan menegaskan, kirab budaya tidak boleh meninggalkan jejak sampah. Panitia, kontingen, dan warga saling bahu-membahu memastikan jalan tetap bersih.
Bahkan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) langsung mengerahkan petugas untuk menyapu jalan setelah rombongan terakhir melintas.
“Pokoknya, setelah kirab selesai, jalanan harus kembali bersih. Jangan sampai budaya kita justru merusak lingkungan,” tegas Bambang.
Tradisi yang Menyatukan
Kirab budaya Kalurahan Kepek tahun ini bukan hanya perayaan ulang tahun ke-116. Ia adalah simbol persatuan, kekompakan, dan rasa cinta masyarakat terhadap tanah kelahiran. Di tengah arus modernisasi, tradisi ini menjadi jangkar yang menjaga warga tetap berpijak pada akar budaya.
Dengan penuh semangat, masyarakat Kepek membuktikan bahwa budaya bukan hanya warisan masa lalu, tetapi juga energi untuk menatap masa depan.















