Gelombang Melandai, Nelayan Gunungkidul Kembali Melaut Usai Libur Paksa Akibat Badai

Setelah sempat terhenti akibat gelombang tinggi hingga 4 meter pekan lalu, aktivitas nelayan mulai pulih meski ancaman cuaca ekstrem masih membayangi.

MCI – Gunungkidul, DIY | Suasana di sejumlah Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di pesisir selatan Gunungkidul kembali menggeliat. Para nelayan yang sempat “libur paksa” akibat gelombang tinggi pada pekan lalu, kini kembali melaut setelah kondisi perairan mulai bersahabat. Aktivitas penangkapan ikan sudah dimulai sejak Senin (11/8/2025) setelah nelayan memantau langsung ombak yang mulai melandai.

Kepala Bidang Perikanan Tangkap, Dinas Perikanan dan Kelautan Gunungkidul, Wahid Supriyadi, mengatakan tinggi gelombang di wilayah pendaratan ikan kini lebih rendah dibanding pekan lalu, meski prediksi BMKG menyebut potensi gelombang tinggi masih ada hingga 17 Agustus.

“Di lokasi pendaratan ikan, ketinggian gelombang sudah menurun. Namun potensi gelombang tinggi dan kecepatan angin kencang masih mungkin terjadi dalam beberapa hari ke depan,” jelas Wahid saat ditemui Kamis (15/08/2025).

Ia menegaskan, keselamatan nelayan tetap menjadi prioritas. Dinas mengimbau agar nelayan rutin memantau informasi cuaca melalui aplikasi BMKG atau sumber terpercaya lainnya, menggunakan alat keselamatan, dan tidak memaksakan diri jika kondisi tidak memungkinkan.

Baca juga :  https://mediacitraindonesia.com/polres-gunungkidul-tangani-kasus-dugaan-pencabulan-anak-di-depan-sekolah/

Kerugian dan Dampak Ekonomi

Gelombang tinggi pekan lalu yang mencapai 2,5 hingga 4 meter menyebabkan kerusakan signifikan di sejumlah titik. Laporan dari Dinas Kelautan mencatat, di Pantai Drini lima kapal hanyut bersama dua paket jaring, di Pantai Baron tujuh kapal tenggelam (empat di antaranya rusak ringan), dan di Pantai Gesing tiga kapal tenggelam. Kerugian akibat perahu dan jaring yang hanyut diperkirakan mencapai Rp20 juta, sementara potensi kerugian pendapatan nelayan selama dua pekan terakhir mencapai sekitar Rp3 miliar.

Pasokan ikan selama nelayan tak melaut sementara ini dipenuhi dari hasil tangkapan pemancing lokal serta pasokan dari daerah lain seperti Semarang, Cilacap, dan Pacitan. Beruntung, harga jual ikan di pasaran tetap terkendali sehingga tidak berdampak pada inflasi daerah.

Upaya Pemulihan dan Bantuan

Saat ini perbaikan perahu dan alat tangkap masih dilakukan secara mandiri oleh nelayan. Bagi nelayan yang tergolong tidak mampu, bantuan dapat diakses melalui Badan Amil Zakat Daerah (Bazda).

DKP Gunungkidul juga rutin menggelar Bimbingan Teknis Keselamatan Pelayaran atau Basic Safety Training setiap tahun, disertai pembagian life jacket bagi peserta. Namun Wahid mengakui, belum semua nelayan terjangkau program ini, sehingga kesadaran penggunaan alat keselamatan perlu terus ditingkatkan.

Menyesuaikan Pola Melaut

Wahid menjelaskan bahwa pola melaut di tiap titik pendaratan ikan berbeda-beda, bergantung pada jenis tangkapan dan kondisi wilayah. Saat musim gelombang tinggi, tidak semua lokasi terdampak sama. Selama kondisi di lapangan masih memungkinkan, sebagian nelayan tetap melaut, namun tetap dengan kewaspadaan penuh.

“Keselamatan adalah yang utama. Nelayan harus paham kapan harus berangkat dan kapan harus menunda. Jangan memaksakan diri saat gelombang benar-benar tinggi,” pungkasnya.

Dengan kondisi cuaca yang mulai bersahabat, nelayan Gunungkidul berharap bisa kembali memenuhi kebutuhan pasar dan memulihkan pendapatan yang sempat terhenti selama dua pekan terakhir.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *