MCI – Bantul, DIY | 30 Juli 2025 – Sebanyak 32 buruh PT IDE Studio Indonesia di Sewon, Bantul, kembali mengambil langkah serius untuk menuntut hak mereka. Sudah lebih dari tiga bulan gaji tak dibayarkan, dan upaya mediasi belum membuahkan hasil. Hari ini, mereka mendatangi kantor DPRD Bantul untuk mengawal jalannya Rapat Badan Musyawarah (Bamus) dan memastikan jadwal audiensi yang mereka ajukan sejak awal Juli segera direalisasikan.
Para buruh—didampingi kuasa hukum dari PBH Projotamansari—mengadukan tunggakan gaji dan meminta Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara kolektif. Mereka mengaku sudah tak sanggup melanjutkan pekerjaan tanpa kepastian upah. Kedatangan ini dilakukan secara tertib tanpa atribut aksi, hanya menunggu di halaman kantor DPRD sejak pukul 09.30 WIB.
Kuasa hukum Noval Satriawan, SH mengungkapkan bahwa permohonan audiensi ke Komisi D DPRD sudah dilayangkan sejak 1 Juli 2025, namun tak kunjung mendapat respons. Ironisnya, permohonan dari serikat buruh lain yang masuk di tanggal 7 Juli justru sudah difasilitasi lebih dulu.
“Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam penanganan kasus buruh,” jelas Noval.
Kepala Subbagian Humas DPRD Bantul, Hari Triwahyudi, mengakui adanya kesalahan input data yang membuat surat permohonan para buruh terlewat. Ia menyampaikan permohonan maaf dan memastikan audiensi dijadwalkan pada Jumat, 1 Agustus 2025, difasilitasi oleh Komisi B dan D.
Pertemuan lanjutan hari itu juga dilakukan antara kuasa hukum buruh dan anggota Komisi B DPRD Bantul, Heri Sudibyo dari Fraksi Golkar, untuk menindaklanjuti tuntutan tersebut.
Sementara itu, Direktur PT IDE Studio Indonesia, A. Sita Revuelta S., menyatakan ketidaktahuannya terkait aksi ke DPRD. Ia menyebut pihak perusahaan sudah mengikuti proses mediasi dengan Dinas Ketenagakerjaan dan menunggu hasil anjuran dari dinas tersebut.
“Perusahaan tetap membuka ruang dialog dan berharap solusi yang adil dan berkelanjutan bisa segera dicapai,” katanya.
Sumiran, salah satu perwakilan buruh, menegaskan pihaknya hanya ingin mendapatkan hak yang belum diberikan. Ia menyebut buruh sudah lelah dan ingin segera diputus hubungan kerja secara adil.
“Harapan kami sederhana. Gaji dibayarkan, lalu kami bisa keluar dari perusahaan dengan layak dan sesuai hukum,” ungkap Sumiran.
Kisah para buruh PT IDE Studio Indonesia menjadi sorotan tajam bagaimana hak pekerja kerap terabaikan di tengah ketidakpastian industri. Dengan melibatkan DPRD, mereka berharap mendapatkan perhatian dan keadilan yang selama ini belum terwujud. Kini mata publik tertuju pada agenda audiensi 1 Agustus—akankah menjadi titik terang atau hanya lembar baru dari perjuangan panjang?