Berita  

Menapak Perubahan dari Wunung: Desa Sunyi yang Kini Penuh Gerak di Bawah Kepemimpinan Sudarto

Keterangan foto : Lurah Wunung Sudarto

MCI – Gunungkidul, DIY | Kalurahan Wunung, yang terletak di wilayah selatan Kapanewon Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, dahulu dikenal sebagai desa yang tenang dan jarang disorot. Letaknya yang berada di kawasan geopark membuat desa ini lebih sering dilewati daripada disinggahi. Namun, sejak beberapa tahun terakhir, wajah Wunung perlahan berubah menjadi lebih dinamis, penuh inisiatif dan gerakan kolektif warga.

Perubahan ini mulai terlihat sejak Sudarto menjabat sebagai Lurah Wunung. Ia memimpin pemerintahan desa dengan pendekatan partisipatif dan fokus pada kebutuhan riil masyarakat. Di bawah kepemimpinannya, berbagai sektor kehidupan desa mulai disentuh—mulai dari pelestarian budaya, peningkatan infrastruktur dasar, hingga pemberdayaan ekonomi warga.

Apa yang berubah di Wunung? Salah satu perubahan mencolok adalah kebangkitan tradisi dan budaya lokal. Kegiatan seperti kirab budaya dan rasulan kini menjadi agenda rutin di sejumlah padukuhan. Selain sebagai bentuk pelestarian warisan leluhur, acara ini juga memperkuat interaksi sosial dan solidaritas antarwarga.

Baca juga :  https://mediacitraindonesia.com/sari-wangi-parfum-legenda-aroma-yogya-sejak-1968-siap-gaet-gen-z-lewat-racikan-parfum-personal/

Kapan program-program ini mulai berjalan? Sejak awal masa kepemimpinannya, Sudarto telah memprioritaskan pembangunan berbasis potensi lokal. Salah satu program unggulan yang diluncurkan adalah Kampung Alpukat di Padukuhan Teguhan. Program ini mulai digagas dalam dua tahun terakhir sebagai upaya meningkatkan ketahanan ekonomi keluarga petani melalui budidaya alpukat. Program ini juga melibatkan berbagai pihak, termasuk lembaga swasta dan lembaga zakat, untuk menciptakan ekosistem pertanian yang berkelanjutan.

Siapa saja yang terlibat dalam pembangunan desa? Selain perangkat kalurahan dan warga, mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari beberapa perguruan tinggi seperti UNY dan UIN Sunan Kalijaga juga turut andil dalam proses pembangunan. Mereka berkontribusi melalui program pembuatan peta desa, pendampingan literasi digital, edukasi kebersihan, hingga program pendidikan anak. Keikutsertaan mereka menjadi bagian dari semangat kolaborasi yang terus dikembangkan di Wunung.

Mengapa Wunung mulai bergerak? Perubahan ini lahir dari kesadaran akan pentingnya kemandirian desa. Pemerintah Kalurahan Wunung memilih untuk tidak hanya menunggu bantuan dari atas, tetapi mulai membangun dari dalam—dengan menggali potensi, menggerakkan warga, dan menciptakan ruang kolaboratif untuk berbagai pihak.

Bagaimana pelayanan dasar dikelola? Dalam sektor infrastruktur dasar, perhatian besar diberikan pada pengelolaan air bersih. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yang sempat tidak optimal, kini telah ditata ulang bersama warga. Hasilnya, akses air bersih kini menjangkau lebih banyak rumah tangga, terutama di wilayah rawan kekeringan.

Dalam hal pemerintahan, transparansi dan akuntabilitas menjadi prinsip yang dijaga. Pemerintah kalurahan menyampaikan laporan penggunaan anggaran melalui platform resmi agar mudah diakses dan diawasi oleh masyarakat. Pendekatan ini mendorong terciptanya pemerintahan desa yang lebih terbuka, akomodatif, dan berorientasi pada pelayanan.

Kini, Kalurahan Wunung bukan lagi sekadar titik di peta. Di balik hamparan bukit dan rerimbunan pohon, desa ini tengah tumbuh menjadi komunitas yang hidup dan aktif. Tradisi terjaga, potensi lokal diberdayakan, dan masyarakat dilibatkan dalam setiap proses perubahan. Semua ini menjadi cerminan bahwa kemajuan desa tidak selalu datang dari proyek-proyek besar, tetapi dari langkah kecil yang dilakukan bersama dengan niat yang kuat dan arah yang jelas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *