Malam Panjang di Jogja: Sultan Turun Temui Ribuan Demonstran, Hentikan Aksi dengan Pesan Damai

Sri Sultan HB X hadir di tengah riuh massa, membawa pesan demokrasi tanpa kekerasan

MCI – Yogyakarta | Jumat (29/8/2025), udara Yogyakarta terasa berbeda. Jalan Ringroad Utara yang biasanya lengang menjelang tengah malam, dipenuhi ribuan massa aksi dari Aliansi Jogja Memanggil. Dari mahasiswa, buruh, masyarakat umum, hingga pengemudi ojek online—semua menyatu dalam satu suara. Sorak-sorai, nyanyian perjuangan, dan dentuman alat musik jalanan bercampur menjadi latar sebuah peristiwa bersejarah.

Tepat pukul 22.28 WIB, sebuah mobil berpelat AB 10 HBX memasuki lokasi. Riuh massa berubah jadi sorak gemuruh ketika mereka menyadari siapa yang datang. Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sekaligus Raja Keraton Ngayogyakarta, turun langsung menemui rakyatnya.

Tanpa sekat, para demonstran membuka jalan bagi mobil Sultan. Malam itu, raja hadir bukan di singgasana, melainkan di tengah rakyatnya yang berteriak menuntut keadilan.

Rapat Tertutup, Harapan Terbuka

Begitu tiba, Sultan langsung mengadakan rapat koordinasi dengan Kapolda DIY serta beberapa perwakilan massa. Dari pantauan mediacitraindonesia.com, pertemuan berlangsung sekitar dua jam. Pintu rapat tertutup rapat, namun di luar ribuan massa tetap bertahan, menunggu dengan sabar.

Menjelang pukul 01.10 WIB, Sultan akhirnya keluar. Langkahnya diiringi gending Jawa yang dimainkan di tengah jalan. Suasana berubah hening sejenak, seolah rakyat menanti kalimat pertama yang akan diucapkan pemimpinnya.

Pesan Sang Raja: Demokrasi Tanpa Luka

Dengan suara tegas namun penuh kehangatan, Sultan menyampaikan pesan kepada massa.

“Saya menghargai apa yang Anda semua lakukan. Itu salah satu keinginan kita bersama untuk tumbuhnya demokratisasi di Jogja. Tetapi demokrasi seharusnya menjadi ruang edukasi, bukan kekerasan.”

Baca juga :  https://mediacitraindonesia.com/polda-diy-dan-ratusan-ojol-gelar-sholat-ghaib-untuk-affan-kurniawan/

Sorak sorai kembali pecah. Beberapa mahasiswa mengangkat tangan mereka, ada yang meneteskan air mata. Di tengah pekat malam, kata-kata itu menjadi cahaya yang menuntun arah perjuangan.

Sultan juga menyinggung insiden kekerasan yang sempat mewarnai aksi.

“Kenapa selalu ada korban di dalam membangun demokrasi? Jogja bisa dialog, karena Jogja adalah lembaga pendidikan yang menghargai hak masyarakat,” lanjutnya.

Janji Fasilitasi Dialog

Tidak berhenti pada imbauan, Sultan berkomitmen untuk memfasilitasi dialog antara masyarakat dan pemerintah pusat. Namun ia meminta satu hal: agar aspirasi dituliskan secara resmi.

“Kalau tenaga dan pikiran saya dibutuhkan, silakan. Tapi saya harus mendapat suratnya, karena surat itu dasar saya untuk mendiskusikan dengan pemerintah pusat,” tegasnya.

Janji itu disambut anggukan kepala dan tepukan tangan dari barisan massa. Ada harapan baru yang lahir malam itu.

Pulang dengan Damai

Menutup pertemuannya, Sultan mengajak massa untuk pulang dengan damai.

“Waktunya sudah jam 1 malam. Mari kita sama-sama pulang dan tidur, kita semua sudah lelah,” katanya.

Perlahan, ribuan demonstran membubarkan diri. Ada yang berjalan beriringan sambil menyanyikan lagu perjuangan, ada pula yang saling berpelukan. Malam panjang di Jogja itu pun berakhir tanpa bentrokan, meninggalkan pesan kuat bahwa demokrasi bisa berjalan tanpa luka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *