MCI – Bantul, DIY | Ribuan pengunjung memadati Pantai Parangkusumo, Bantul, saat Jogja International Kite Festival (JIKF) 2025 resmi digelar pada Sabtu–Minggu, 26–27 Juli 2025. Festival ini menjadi salah satu ajang budaya terbesar di Indonesia yang menampilkan berbagai bentuk dan teknik layang-layang dari dalam dan luar negeri.
Acara ini mempertandingkan berbagai kategori, seperti layang-layang tradisional, 2 dimensi, 3 dimensi, train (rangkaian), dan Rokaku Challenge, dengan penilaian ketat berdasarkan kreativitas bentuk, nilai budaya, serta performa terbang.
Komam dan Yudhistira Kite Kuasai Papan Juara
Kompetisi tahun ini menyuguhkan pertarungan sengit antara tim pelayang terbaik. Komam Kite mencetak kemenangan di dua kategori sekaligus: Juara I Lomba Tradisional dengan desain Batik Parang (skor 970) dan Juara I Lomba 2 Dimensi lewat karya Satria Winara (945).
Sementara itu, Yudhistira Kite juga unggul di dua kategori. Mereka menyabet Juara I Lomba Train melalui layangan Dewandra Nusantara (970), dan mencetak durasi terbang tercepat di Rokaku Challenge selama 15 detik.
Ketua Panitia: Layang-layang Adalah Bahasa Budaya
Anang Saryanto, Ketua Panitia JIKF 2025, menyampaikan bahwa festival ini bukan hanya soal estetika dan kompetisi, melainkan juga momentum menjaga nilai budaya.
“Layang-layang bukan sekadar hiburan atau permainan masa kecil. Ia adalah bahasa budaya, lambang kreativitas, dan simbol persatuan. Melalui festival ini, kami ingin mengenalkan kekayaan lokal kepada dunia dan mempererat hubungan antarbudaya,” ujar Anang dengan penuh semangat.
Baca juga : https://mediacitraindonesia.com/berani-berkebaya-2025-tradisi-yang-butuh-nyali-bukan-sekadar-nostalgia/
Ia juga mengungkapkan bahwa antusiasme peserta dan pengunjung tahun ini meningkat signifikan dibanding tahun sebelumnya, menunjukkan bahwa JIKF telah menjadi agenda yang dinanti-nanti, baik oleh komunitas pelayang nasional maupun internasional.
Sustono: Parangkusumo Lokasi Ideal untuk Festival Dunia
Sustono, selaku Humas JIKF 2025, juga menyebut bahwa Pantai Parangkusumo dipilih karena memiliki kualitas angin yang stabil dan akses pariwisata yang baik, menjadikannya lokasi ideal untuk event kelas dunia.
“Kami ingin menghadirkan Parangkusumo sebagai ‘panggung langit budaya’. Layang-layang yang terbang di sini membawa cerita, identitas, dan pesan damai,” kata Sustono.
Dengan penampilan memukau dari peserta, respons positif dari wisatawan, dan dukungan penuh dari panitia serta komunitas pelayang, Festival Layang-Layang Internasional JIKF 2025 berhasil mengangkat tradisi ke level internasional. Tak hanya meriah, ajang ini juga menjadi media edukasi, promosi budaya, dan penggerak ekonomi lokal.
Masyarakat berharap festival ini terus diselenggarakan secara berkelanjutan dan berkembang sebagai ikon budaya Yogyakarta dan Indonesia.